Selamatan Tingkep (3)
Di dalam Serat Pustakaraja Madya yang diterbitkan oleh Tanaya pada tahun 1938, menceritakan bahwa upacara Tingkeban dimulai pada jaman pemerintahan Prabu Jayapurusa di Negara Widarba. Diceritakan bahwa di wilayah kekuasaan negara Widarba, hiduplah pasangan suami isteri yang bernama Ki Sadya dan Nyi Tingkeb. Mereka sudah menjalani hidup berumah tangga selama dua puluh lima tahun. Tetapi setiap kali Nyi Tingkep melahirkan, anaknya mati, tidak mau diemong.
Dengan kematian anaknya yang beruntun tersebut Ki Sadya lan Nyi Tingkeb sangat bersedih. Siang malam mereka memohon agar diberi ampunan dan keselamatan. Seruan Ki Sadya dan Nyi Tingkep didengar oleh Hyang Girinata, dewa penguasa tiga dunia. Karena iba dan belaskasihnya kepada pasangan yang malang, Hyang Girinata memberikan wisik atau pesan secara gaib, bahwa Ki Sadya dan Nyi Tingkeb disuruh menghadap raja Prabu Jayapurusa, karena raja Widarba tersebut adalah titisan atau jelmaan Batara Wisnu, yang tentu saja dapat memberikan jalan keluar kepada derita yang dialamai Ki Sadya dan Nyi Tingkeb.
Segera Ki Sadya dan Nyi Tingkep menghadap raja Widarba. Sesampainya dihadapan raja, Ki Sadya dan Nyi Tingkep menceritakan apa yang dideritanya selama ini, hingga mendapat pesan gaib yang diberikan oleh Hyang Girinata, agar dirinya berdua menghadap sang raja. Mendengar penuturan Ki Sadya dan Nyi Tingkep, Sang Prabu Jayapurusa besar rasa belas kasihnya. Selanjutnya Sang Prabu berkenan memberikan jalan supaya Ki Sadya dan Nyi Tingkep terhindar dari bebendu atau kutukan. Syaratnya adalah, Ki Sadya lan Nyi Tingkeb mau menjalani empat hal yaitu:
Sampai pada usia senja Sang Prabu selalu mendapat laporan atas pasangan Ki Sadya dan Nyi Tingkep. Pada suatu hari sang Prabu memerintahkan agar Ki Sadya dan Nyi Tingkep menghadap raja. Nama Ki Sadya dan Nyi Tingkep diganti menjadi Ki Brayut dan Nyi Brayut. Dikarenakan anaknya yang jumlahnya mencapai dua puluh enam tersebut pating brayut.
Selanjutnya sang Prabu Jayapurusa menyerukan kepada seluruh kawula negara Widarba, khususnya bagi para calon ibu dan para ibu yang sedang hamil, untuk menjalani empat hal seperti yang telah dijalani Nyi Tingkep, agar supaya dapat melahirkan dengan lancar sehat dan selamat baik ibunya dan juga anakanya.
Selain empat hal yang dijalani Nyi Tingkep, ada ubarampe atau sesaji yang diadakan pada setiap bulannya untuk memohon keselamatan bagi bayi dalam kandungan seperti yang ditulis dalam Serat Pustakaraja Madya yaitu:
Herjaka HS
Di dalam Serat Pustakaraja Madya yang diterbitkan oleh Tanaya pada tahun 1938, menceritakan bahwa upacara Tingkeban dimulai pada jaman pemerintahan Prabu Jayapurusa di Negara Widarba. Diceritakan bahwa di wilayah kekuasaan negara Widarba, hiduplah pasangan suami isteri yang bernama Ki Sadya dan Nyi Tingkeb. Mereka sudah menjalani hidup berumah tangga selama dua puluh lima tahun. Tetapi setiap kali Nyi Tingkep melahirkan, anaknya mati, tidak mau diemong.
Dengan kematian anaknya yang beruntun tersebut Ki Sadya lan Nyi Tingkeb sangat bersedih. Siang malam mereka memohon agar diberi ampunan dan keselamatan. Seruan Ki Sadya dan Nyi Tingkep didengar oleh Hyang Girinata, dewa penguasa tiga dunia. Karena iba dan belaskasihnya kepada pasangan yang malang, Hyang Girinata memberikan wisik atau pesan secara gaib, bahwa Ki Sadya dan Nyi Tingkeb disuruh menghadap raja Prabu Jayapurusa, karena raja Widarba tersebut adalah titisan atau jelmaan Batara Wisnu, yang tentu saja dapat memberikan jalan keluar kepada derita yang dialamai Ki Sadya dan Nyi Tingkeb.
Segera Ki Sadya dan Nyi Tingkep menghadap raja Widarba. Sesampainya dihadapan raja, Ki Sadya dan Nyi Tingkep menceritakan apa yang dideritanya selama ini, hingga mendapat pesan gaib yang diberikan oleh Hyang Girinata, agar dirinya berdua menghadap sang raja. Mendengar penuturan Ki Sadya dan Nyi Tingkep, Sang Prabu Jayapurusa besar rasa belas kasihnya. Selanjutnya Sang Prabu berkenan memberikan jalan supaya Ki Sadya dan Nyi Tingkep terhindar dari bebendu atau kutukan. Syaratnya adalah, Ki Sadya lan Nyi Tingkeb mau menjalani empat hal yaitu:
setiap hari Rabu dan Sabtu Nyi Tingkep
mandi di sungai memakai siwur atau ciduk (gayung) dari tempurung
kelapa sembari membaca mantra:
Nyi Tingkep membasuh dirinya agar bersih dan suci,
sehingga pantas menerima benih dari Hyang Maha Agung
(karya Herjaka HS)
Hong hyang-hyangning martayu,
amartani sarwa uma sestu,
umaningsung ya uma wisesa-jati,
wisesaning Batara gung,
pan iya wisesaningong.
terjemahan bebas:
Ya Tuhan, sumber air kehidupan
Semoga menganugerahkan benih sejati
Benih dari pasangan kami dan benih dari Tuhan
Dengan kuasa Tuhan Yang Maha Agung
Dan juga kuasa ku
Nyi Tingkep membasuh dirinya agar bersih dan suci,
sehingga pantas menerima benih dari Hyang Maha Agung
(karya Herjaka HS)
Hong hyang-hyangning martayu,
amartani sarwa uma sestu,
umaningsung ya uma wisesa-jati,
wisesaning Batara gung,
pan iya wisesaningong.
terjemahan bebas:
Ya Tuhan, sumber air kehidupan
Semoga menganugerahkan benih sejati
Benih dari pasangan kami dan benih dari Tuhan
Dengan kuasa Tuhan Yang Maha Agung
Dan juga kuasa ku
- memotong ayam setiap ganti tahun
- sesudah hamil, Nyi Tingkeb harus kendhitan daun tebu tulak
- setelah menjalani laku tersebut, lalu ganti pakaian yang baru dan suci atau putih.
Sampai pada usia senja Sang Prabu selalu mendapat laporan atas pasangan Ki Sadya dan Nyi Tingkep. Pada suatu hari sang Prabu memerintahkan agar Ki Sadya dan Nyi Tingkep menghadap raja. Nama Ki Sadya dan Nyi Tingkep diganti menjadi Ki Brayut dan Nyi Brayut. Dikarenakan anaknya yang jumlahnya mencapai dua puluh enam tersebut pating brayut.
Selanjutnya sang Prabu Jayapurusa menyerukan kepada seluruh kawula negara Widarba, khususnya bagi para calon ibu dan para ibu yang sedang hamil, untuk menjalani empat hal seperti yang telah dijalani Nyi Tingkep, agar supaya dapat melahirkan dengan lancar sehat dan selamat baik ibunya dan juga anakanya.
Selain empat hal yang dijalani Nyi Tingkep, ada ubarampe atau sesaji yang diadakan pada setiap bulannya untuk memohon keselamatan bagi bayi dalam kandungan seperti yang ditulis dalam Serat Pustakaraja Madya yaitu:
- Selamatan satu bulan janin masih bening seperti air, selamatannya bubur putih dari beras
- Selamatan dua bulan janin semburat merah seperti darah, selamatannya bubur sumsum
- Selamatan tiga bulan. janin sudah mulai padat berwarna kuning, selamatannya sega punar (nasi kuning)
- Selamatan empat bulan. janin mulai padat, selamatanya gudeg ketupat
- Selamatan lima bulan. janin mulai membentuk, selamatannya tumpeng megana dan janganan. (sayuran)
- Selamatan enam bulan janin kelihatan mecungul (muncul) merah daging, selamatannya apem contong atau apem pasung.
- Selamatan tujuh bulan. janin hampir sampurna sifatnya, selamatannya tumpeng janganan tujuh macam. Selamatan tujuh bulan ini biasanya dibarengi dengan selamatan enam bulan sehingga ditambah dengan apem contong..
- Selamatan delapan bulan. Selamatannya klepon dan srabi tangkep, menggambarkan telur bulus (kura-kura) yang hamper menetas.
- Selamatan sembilan bulan. jenang procot, supaya bayi lahir dengan mudah dan lancar (mrocot), kupat sumpel menggambarkan jalannya bayi dan waluh dengan harapan supaya ari-ari nya bayi tebal dan kuat seperti buah waluh
Herjaka HS
Posting Komentar untuk "Selamatan Tingkep (3)"